AMSTERDAM, (HarianSumut)
Eppo Bruins, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan Belanda, berjanji akan melanjutkan proses repatriasi benda seni jarahan ke Indonesia. Bruins menyatakan komitmen ini dalam acara penandatanganan pengembalian 288 benda cagar budaya asal Indonesia di lantai dua gedung Wereldmuseum Amsterdam di Amsterdam, Belanda pada Jumat, 20 September 2024. Acara ini dihadiri Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI, selaku perwakilan Indonesia.
“Ada perubahan signifikan di kedua pemerintahan tahun ini, di Indonesia dan di Belanda. Tapi, saya berharap bahwa hubungan kita tidak akan berubah, dan kerja sama kita akan bermanfaat,” kata Eppo Bruins. “Kami menekankan bahwa kami tetap berkomitmen untuk menghadapi masa lalu kolonial kami dan menangani ketidakadilan historis di periode tersebut.”
Bruins adalah bagian dari kabinet yang baru dibentuk pada Juli 2024 lalu di bawah pimpinan Geert Wilders, politikus Partai untuk Kebebasan (PVV), partai yang memenangi pemilihan umum parlemen Belanda pada November 2023. Wilders adalah penyorong tema-tema kanan, seperti anti-Islam dan anti-imigran. Pada 2022 lalu, Wilders mengkritik Mark Rutte, Perdana Menteri Belanda saat itu, yang meminta maaf kepada Indonesia atas kekerasan militer Belanda dalam Perang Kemerdekaan RI.
Sejumlah orang di Belanda dan Indonesia yang terlibat dalam pengembalian benda seni jarahan ini sempat khawatir bahwa pergantian kekuasaan di Belanda akan mempengaruhi proses repatriasi tersebut. Tapi, rupanya pemerintah Belanda memutuskan untuk meneruskan kebijakan repatriasi itu, yang dimulai di tahun 2022 di bawah kabinet Mark Rutte dari Partai Rakyat untuk Kebebasan dan Demokrasi (VVD).
Hilmar Farid juga menekankan keberlangsungan proses repatriasi ini. “Indonesia berkomitmen penuh untuk mewujudkan proses ini, terlepas dari perubahan apa pun dalam pemerintahan kami pada Oktober nanti,” katanya.
Pada tahun 2022, pemerintah Belanda membentuk Komisi Repatriasi Belanda, yang bekerja sama dengan Komite Repatriasi Koleksi Asal Indonesia di Belanda dalam upaya pengembalian benda cagar budaya Indonesia yang dirampas dan diboyong ke Belanda di masa kolonial. Dalam repatriasi pertama pada tahun 2023 sebanyak 472 benda cagar budaya dipulangkan ke Indonesia. Itu termasuk empat arca Candi Singasari, sebilah keris Kerajaan Klungkung, harta jarahan dari Lombok, dan koleksi Pita Maha.
Repatriasi kedua, yang ditandatangani Eppo Bruins dan Hilmar Farid kali ini, meliputi arca Ganesha, arca Brahma, dua arca Candi Singasari, dan 284 benda koleksi Perang Puputan Badung. Tiga benda emas asal Bali yang akan dipulangkan adalah hiasan rambut dan gelang dari Badung serta seperangkat giwang dari Tabanan. Hilmar Farid menekankan bahwa benda-benda tersebut “merupakan bagian penting dari warisan budaya kita, bukan sekadar obyek”.
“Kami tidak bisa memastikan, tapi mungkin sekali hiasan rambut dan gelang tersebut diambil dari mayat korban perang Puputan Badung,” kata Marjolein van Asdonck, konservator Wereldmuseum Amsterdam, kepada Tempo. Perang Puputan Badung adalah pertempuran raja dan warga Badung, Bali melawan Belanda pada 20 September 1906 yang menewaskan lebih dari 1.000 orang Badung.
Pihak Wereldmuseum Amsterdam menuturkan bahwa sebagian besar dari koleksi yang akan dipulangkan ke Indonesia sudah terbungkus dan siap untuk dikirim. Menurut Bruins, benda-benda tersebut sudah akan sampai di Indonesia sebelum Museum Nasional di Jakarta akan dibuka kembali pada pertengahan Oktober 2024.
Hilmar Farid menyatakan kepada Tempobahwa sejumlah benda cagar budaya Indonesia di Belanda masih berada dalam taraf penelitian, seperti koleksi regalia Luwu, Sulawesi Selatan. Fosil manusia purba Pithecanthropus erectus yang ditemukan di Desa Trinil, Solo, Jawa Tengah pada tahun 1891–yang lama dipersengketakan pengembaliannya oleh sejumlah ahli museum Belanda–juga akan dipulangkan dalam waktu mendatang.
Di pekarangan gedung megah Wereldmuseum Amsterdam, yang dibangun di akhir abad ke-19 dengan nama Koloniaal Museum, Made Naraya, mahasiswa asal Badung, ikut merayakan pengembalian benda-benda leluhurnya.
“Kemarin malam saya kebetulan membaca bahwa acara ini akan berlangsung hari ini di Amsterdam,” katanya kepada Tempo. “Saya hampir tidak percaya bahwa ini berlangsung pada 20 September karena peristiwa Puputan Badung terjadi pada 20 September 1906. Saya tidak bisa menahan emosi saya.”
Made Naraya adalah mahasiswa S2 jurusan seni dan warisan di Maastricht University, Maastricht Belanda, tiga jam perjalanan dari Amsterdam. Dia menari di alun-alun kecil di depan pintu masuk museum sepanjang Jumat sore itu. Dia mengenakan busana tradisional Bali berwarna putih, “Serupa dengan pakaian yang dikenakan warga yang siap menjalani puputan di Badung persis 118 tahun yang lalu,” katanya. (Red)
Sumber: Tempo.co