Kemenkes Wajibkan Grup WhatsApp dan Telegram PPDS Terdaftar untuk Cegah Perundungan

| oleh -12x Dilihat
Screenshot

JAKARTA, (HarianSumut)

Kementerian Kesehatan atau Kemenkes mengeluarkan surat edaran untuk pencegahan dan penanganan perundungan terhadap peserta didik alam Program Pendidikan Dokter Spesialis atau PPDS. Dalam surat itu diatur bahwa setiap grup jaringan komunikasi peserta PPDS, seperti WhatsApp dan Telegram, untuk didaftarkan secara resmi di rumah sakit guna mengurangi kejadian perundungan.

Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Azhar Jaya mengeluarkan surat itu sebagai tindak lanjut dari instruksi Menteri Kesehatan tentang pencegahan dan penanganan perundungan terhadap peserta didik pada RS Pendidikan di lingkungan Kemenkes. Ada empat poin yang tertera dalam surat edaran itu.

“Grup jaringan komunikasi tersebut harus terdaftar di RS dan di dalam grup tersebut harus ada ketua departemen sebagai perwakilan dari RS serta ketua program studi sebagai perwakilan fakultas kedokteran guna pemantauan,” bunyi poin dalam surat edaran itu, dikutip Selasa, 29 Oktober 2024.

Baca Juga:  Belanda Kembalikan Lagi Ratusan Benda Rampasan Perang ke Indonesia

Poin kedua berbunyi “Bila ditemukan adanya jaringan komunikasi yang tidak resmi dan tidak terdaftar, maka akan diberikan sanksi kepada peserta didik paling senior yang ada di jaringan komunikasi tersebut.”

Ketiga, apabila ditemukan adanya tindakan perundungan di jaringan komunikasi resmi maka ketua departemen, kepala program studi, dan pelaku perundungan akan diberikan sanksi.

Keempat, sebagai langkah untuk memantau hal tersebut, diminta kepada Direktur Sumber Daya Manusia dan Pendidikan Rumah Sakit Kementerian Kesehatan mendata semua jaringan komunikasi tersebut dan data tersebut harus selesai dalam satu minggu setelah surat diterima.

Baca Juga:  AS Peringatkan Iran, Umumkan Kirim Bomber B-52 ke Timur Tengah

Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan Murti Utami sebelumnya mengatakan pihaknya melakukan sejumlah upaya untuk menangani kasus-kasus perundungan pada peserta PPDS, seperti merevisi instruksi menteri serta meminta pembenahan manajemen RS maupun fakultas kedokteran.

Menurut Murti, perundungan dapat terjadi di lingkungan tersebut karena sistem yang dibangun dalam dunia pendidikan di RS tidak kuat dan tidak adanya pengawasan serta transparansi. Ia menilai sosialisasi saja tidak cukup sehingga perlu cara-cara lain untuk mencegah perundungan. “Membuat rencana aksi salah satu langkah konkret paling utama,” kata dia. (Tempo/Red)