Netanyahu Jadi Buronan ICC sampai AS Veto Resolusi DK PBB soal Gaza

| oleh -3x Dilihat
Screenshot

NETHERLANDS, (HarianSumut)

Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.

Sementara itu Amerika Serikat kembali memberikan veto terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB mengenai agresi di Gaza.

Berikut ulasan Kilas Internasional hari ini, Jumat (22/11/2024)

ICC Rilis Surat Perintah Penangkapan PM Israel Benjamin Netanyahu

Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyusul agresi pasukan Zionis di Palestina.

Menurut ICC Netanyahu dan Gallant diduga melakukan kejahatan perang di Gaza.

Dalam pernyataan pada Rabu (20/11), pengadilan internasional ini menemukan “alasan yang masuk akal” bahwa Netanyahu memikul tanggung jawab pidana atas kejahatan perang.

Baca Juga:  Pemkab Toba Usulkan 7 Ranperda ke DPRD

“[Pengadilan] mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk dua orang, Tn. Benjamin Netanyahu dan Tn. Yoav Gallant, atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang yang dilakukan setidaknya sejak 8 Oktober 2023 hingga setidaknya 20 Mei 2024, hari ketika Penuntutan mengajukan permohonan surat perintah penangkapan,” demikian pernyataan ICC.

Alasan AS Terus-terusan Veto Resolusi DK PBB Desak Gencatan di Gaza

Amerika Serikat untuk kesekian kalinya kembali memveto draf resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mendesak gencatan segera dan tanpa syarat di Jalur Gaza Palestina, Rabu (20/11).

Baca Juga:  Operasi Makin Intens, Israel Minta Warga di Jalur Gaza Utara Pindah

Draf resolusi tersebut menuntut “gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen” antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza. Dokumen itu juga mendesak Hamas membebaskan segera “dan tanpa syarat atas semua sandera” sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata.

AS menolak resolusi itu karena dinilai akan mengirimkan “pesan berbahaya kepada Hamas”, yang berarti memberikan kesan bahwa tidak perlu lagi kembali ke meja perundingan. (CNN/Red)